Kamis, 18 Juli 2013

Ayah, karena ALLAH aku mencintaimu…..

Andai saja angin itu tak datang membawa kabar padaku, mungkin saat ini aku masih terdiam dalam ruang itu, menatap langit senja sambil menunggu dentuman waktu yang terus menerus mengalun. Aku berpikir santai saat mendengarnya, tak ada reaksi untuk langsung menerobos hari menuju dia yang membawa ku kesini.
Semuanya akan baik-baik saja pikirku, tapi  satu malaikat jauh di ujung sana memberi titah agar aku segera beranjak dan menepati janjiku. Tuk menyisir malam dan kembali menyapa jalan yang memisahkan jiwa. Tak ada sedikitpun sesak yang kurasakan meski wajarnya haruslah demikian. Mungkin masih ada noda dalam hati yang dituntut tuk suci, tiada iba maupun khawatir yang singgah dalam batinku. Hingga saat arah semakin mendekat dan dan tujuanku siap menyapa.

Semuanya telah tiba, dan aku harus berani mengetuk pintu memberi tanda pada mereka yang bosan menunggu. Satu peri kecil keluar dan mempersilahkanku masuk. Aku tak tahu mengapa ada suara yang saling mengejar dalam dadaku. Seolah memberi petunjuk akan misteri yang belum ku tahu. Langkahku terus maju hingga kulihat dia yang sangat ku kenal, terbaring lemah dengan keriput dan uban yang kini tak terhitung berapa jumlahnya. Dia telah berubah,cahaya yang dulu terpancar di wajahnya semakin meredup, mungkin pengaruh sakit pada raga yang kini menemaninya.

Tetesan hangat mengalir lembut di kedua pipiku, mengingat betapa sepinya dia yang ditinggalkan oleh ku dan mereka yang sedarah denganku. Betapa sunyinya hidup yang dijalaninya tanpa anak yang semuanya harus menyeberang laut menuntut ilmu. Sejuta maaf ingin segera kusampaikan pada mu yang mengajarkanku hidup, maaf atas kurangnya doa dan perhatian yang selama ini kutujukan padamu, maaf atas ego tuk menghiasi hidupku menjadi ramai sendiri tanpa berbagi denganmu. Maaf atas segala salah yang kulakuakan untukmu, maaf atas segalanya. Kumohon segeralah sembuh, disini ku merindukanmu,, disini ku mendoakan mu. Ayah ingatlah, karena ALLAH aku mencintaimu.



Kamis, 04 Juli 2013

Mengabadikan mimpi

Memilih tuk menjadi serius, atau memang saya yang tak bisa serius?? Angkuh memang tuk mendeklarasikan secara tak tersirat kalau saya seperi itu. Ya memang sadar tapi apa semuanya kan terus berlanjut episode demi episode layaknya sinetron yang mewabah di negeri garuda ini?  katanya ingin bangkit, tapi malah takut tuk mengambil langkah yang penuh duri, bukankah itu juga jalan meraih apa yang kunanti?

Diam, dan hanya melihat mereka lebih awal menyentuh langit yang juga ku minta. Terkurung dalam sangkar kecil yang bisa menyembunyikanku dari bahaya yang hanya ada dalam pikiran. Sebetulnya aku tau, dan selalu tau tapi pilihan selalu menjadi pelengkap yang membuatku bingung, atau aku sendiri yang terlalu mengaggap pilihan itu sebagai alasan tuk membenarkan salah yang selalu tak bisa ku hapus.

Andai bisa aku minta tuk memutar kembali waktu, memindahkan jarum jam tuk mengarah tepat dimana kisah mulai ku lalui. Kembali di masa yang dulu punya banyak arti tuk dibagi. Masa dimana pikiran ku terbuka tuk mengambil jalan yang kan mengatarkanku menuju arah yang selama ini ku inginkan. Yah, andai saja bisa, akan ku genggam masa itu, erat dan sangat erat, hingga ia tak punya daya tuk meninggalkanku. Aku tak meminta lebih, aku janji. Hanya masa itu yang ku ingin.

Tapi aku tak bisa berbuat apa lagi, entah aku tak tau apa memang ada hal yang bisa ku lakukan lagi?  Melihat mereka yang dulu, menjadi semakin jauh dan terus menjadi pemain utama dalam cerita yang juga aku mainkan. Aku harus sadar sekarang kami berbeda, tapi apakah benar jika kuanggap kami memang beda? Bukankah aku harus berlari mencari jalan yang nanti kan membuat perbedaan iu menghilang hingga semuanya kembali menjadi sama?  Sepertinya bisa saja, tapi aku terlalu takut merobohkan ketakutan yang telah lama menjadi benteng dalam khayalanku. Padahal itu hanya khayalan tapi ia terlalu kuat bagiku, atau aku yang terlalu lemah tuk mencoba melawan dan membuangya jauh, hingga ia hilang dari khayalan yang ku buat sendiri.

Kini, sudah terlalu lama aku sembuyi. Tidak ada lagi waktu tuk terus seperti ini. sekarang semuanya harus berganti. Tapi ku tak tau bagaiman cara tuk mengatasinya. Hanya melangkah pelan yang kini ku ambil, padahal aku sadar waktu kan terus berlari, berlari mengejar ku higga aku bisa menghadapinya dengan sesuatu yang bisa memberikan ku tempat yang lebih baik, dan berkumpul dengan mereka yang dulu sama sekali tak tahu siapa diriku ini.

Semuanya harus aku hadapi, terlalu bodoh tuk meminta waktu mengubah dirinya menjadi dulu yang kumau, apa yang kulakukan sekarang akan menjadi penentu siapa dan bagaimana aku kelak. Tak ada waktu lagi tuk sekedar menceritakan keluh dan pilu yang kini kumiliki. Sebab semuanya sudah terjadi, tapi semuanya takkan abadi karena aku sendiri yang kan mengubah diriku menjadi lebih berarti, memaksa diri mengumpulkan keberanian tuk merobohkan keperkasaan tembok ketakutanku sendiri. Memenuhi janjiku pada secarik kertas putih yang dulu kutulisi “ aku ingin mimpi-mipi ku hadir dan menjadi abadi”.